Wednesday, December 8, 2010

Sistem Gerak Dan Pewarnaan Tulang pada Katak pohon (Polypedates leucomystax) dan Kodok (Bufo melanosticus)

1.1. Dasar Teori
Amphibia tergolong hewan poikiloterm. Kulitnya (cutis) lembab berlendir, terdiri dari dermis dan epidermis. Permukaan kulit yang selalu lembab, memberikan suplai oksigen secara difusi dalam sistem pernapasan katak. Warna kulit bermacam-macam karena adanya pigmen di dalam dermis, tepat di bawah epidermis. Amphibia memiliki kulit dengan permeabelitas tinggi dan memiliki kelenjar. Pada Amphibia, kulit merupakan organ yang penting. Kulit katak memiliki sifat permeabilitas, dimana air dan gas dapat “keluar-masuk”. Kulit katak juga berfungsi sebagai alat pernafasan dan harus lembab sehingga tidak kekeringan. Oleh karena itu katak harus mengembangkan adaptasi yang berhubungan erat dengan sifat dari kulit mereka (Duelman & Trueb, 1986).
Untuk mengurangi kemungkinan kulit mengering maka adaptasi yang dilakukan adalah; (1) Merapatkan tubuh untuk mengurangi luas permukaan yang bisa mengering, (2) hidup dekat dengan sumber air, (3) berlindung di bawah tumbuhan teduh atau permukaan batu, (4) menutupi kulit dengan bahan licin, dan (5) masuk ke dalam tanah.
Mempunyai dua lubang hidung yang berhubungan dengan rongga mulut dan disebut koane. Sedangkan antara rongga mulut dan rongga telinga dihubungkan dengan saluran eustachius. Endoskeleton mempunyai columna vertebralis (ruas-ruas tulang belakang). Telur amphibia tidak memiliki cangkang dan akan kehilangan air dengan cepat di udara kering. Fertilisasi terjadi secara eksternal pada sebagian besar spesis dengan jantan mendekap betina dan menumpahkan spermanya di atas telur-telur yang dikeluarkan oleh betina. Amphibi umumnya bertelur di kolam, rawa, atau paling banyak di lingkungan yang lembab. Bergantung pada spesis, baik jantan maupun betina bisa mengerami telur di punggungnya, dalam mulut, atau bahkan di dalam perutnya (Duelman and Trueb, 1986).
Banyak amphibia memperlihatkan perilaku sosial yang kompleks dan beranekaragam, khususnya selam musim kawin. Katak umumnya makhluk yang diam, tetapi banyak spesis yang mengelarkan suara-suara untuk memanggil pasangan kawin selam musim kawin. Jantan bisa bersuara keras untuk mempertahankan daerah kawin atau untuk menarik perhatian betina.
Dua pasang anggota gerak untuk berenang dan berjalan, yang belakang relatif panjang dan digunakan untuk melompat. Alat gerak aktif berupa otot yang berbeda dengan miotom pada ikan. Mempunyai tulang rusuk (costae), tulang dada (sternum), selangka (klavikula), belikat (skapula), korakoid, dan supraskapula. Anggota gerak berpasangan bagian depan (exterimitas anterior) terdiri dari lengan atas (humerus), lengan bawah (radius-ulna), pergelangan tangan (metacarpalia), telapak tangan (carpalia), dan jari-jari (phalankx). Anggota gerak berpasangan bagian belakang (exterimitas posterior) terdiri atas paha (pes-termodifikasi dari femur), betis (manus-termodifikasi dari tibia fibula), pergelangan kaki (metatrsalia), telapak kaki (tarsalia), dan jari-jari (phalanx). Terdapat selaput renang berupa kulit tipis diantara jari-jari (Duelman and Trueb, 1986).
a. Habitat dan Persebaran
Amphibia muncul pada pertengahan periode Jurassic, pra era Paleozoik sebagai vertebrata yang tertua. Kebanyakan Amphibia adalah hewan tropis, karena sifatnya yang poikiloterm atau berdarah dingin. Amphibia memerlukan sinar matahari untuk mendapatkan panas ke tubuhnya, karena tidak bisa memproduksi panas sendiri. Oleh karena itu banyak amphibia yang ditemukan di wilatah tropis dan sub tropis, termasuk di Indonesia.
Amphibia umumnya merupakan makhluk semi akuatik, yang hidup di darat pada daerah yang terdapat air tawar yang tenang dan dangkal. Tetapi ada juga amphibia yang hidup di pohon sejak lahir sampai mati, dan ada juga yang hidup di air sepanjang hidupnya. Amphibia banyak ditemukan di areal sawah, daerah sekitar sungai, rawa, kolam, bahkan di lingkungan perumahan pun bisa ditemukan.
Katak pohon diketahui menyebar di India , Burma, Tiongkok selatan, Kamboja, Laos, Vietnam, Thailand, Semenanjung Malaya, Nikobar, Mentawai, Sumatera, Kalimantan, Filipina, Sulawesi, Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, Pulau Sumba kecil hingga ke Timor. Menurut Iskandar (2002), Anura yang terdapat di pulau Jawa terdiri dari 5 Famili, yaitu Bufonidae, Microhylidae, Megophryidae, Ranidae, dan Rhacophoridae. Meskipun pada akhirnya ada 2 famili lain yang juga ditemukan di Indonesia yaitu Bombinatoridae dan Hylidae.
Ordo Anura terdiri dari sekitar 4000 spesies yang tersebar di seluruh dunia. Sebenarnya, keberagaman Anura di dunia melebihi jumlah nama (common name) yang dapat digunakan untuk membedakan mereka. Karakter pembeda yang terdapat pada Anura adalah ketiadaan ekor. Anura berasal dari bahasa Yunani yaitu ”A” yang berarti tidak atau tanpa dan ”Uro” yang berarti ekor (Pough, et al., 1998).
b. Karakteristik
Sebagian besar Anura memiliki tubuh pendek, kepala besar dan empat tungkai yang berkembang dengan baik. Panjang relatif dari tungkai depan dan tungkai belakang Anura membuatnya dikelompokkan dalam kategori lokomotor. Spesies dengan tungkai belakang yang pendek umumnya termasuk dalam golongan pelari (runner), pejalan (walker) atau pelompat (hopper) sedangkan mereka yang memiliki tungkai belakang panjang termasuk dalam golongan perenang (swimmer) atau pelompat (jumper: dalam sekali lompatan jarak yang ditempuh 10 kali panjang tubuh atau lebih). Di antara para pelompat, tungkai belakang dengan otot yang besar dapat digolongkan sebagai pelompat yang baik. Tungkai belakang yang panjang juga dihubungkan dengan katak pemanjat (Pough, et al., 1998).
Anura memiliki ciri umum morfologi yang mudah dikenali. Katak (Ranidae) dan kodok (Bufonidae) mudah dikenal dari bentuk tubuhnya yang tampak seperti berjongkok dengan memiliki empat anggota gerak (tetrapoda) untuk melompat (saltation). Struktur tulang Anura juga telah termodifikasi dengan tidak sempurna menjadikannya ringan memudahkan untuk melompat. Lehernya tidak jelas dan tidak memiliki ekor. Mata umumnya bulat dengan pupil horizontal atau vertikal, dan memiliki kelopak mata yang dapat ditutup. Mata Anura mampu membedakan warna, namun tidak mampu membedakan bentuk. Alat gerak depan (extremitas anterior) memiliki empat jari sedangkan alat gerak belakang memiliki lima jari (pentadactylus), dengan selaput renang (webb) yang terdapat antara jari-jari serta bervariasi pada tiap jenisnya. Alat gerak belakang berkembang lebih baik, umumnya lebih panjang dan kuat daripada yang depan. Tekstur kulit bervariasi dari halus pada beberapa katak dan kasar berupa tonjolan-tonjolan kasar pada kodok. Kulit tidak memiliki sisik, kulit selalu lembab dan basah serta bersifat permeabel (Duelman and Trueb, 1986; Iskandar, 2002).
Ciri-ciri umum dari anggota ordo Anura adalah; (1) memilliki anggota gerak yang secara anamotis pentadactylus, kecuali pada apoda yang anggota geraknya tereduksi. (2) tidak memiliki kuku dan cakar, tetapi ada beberapa anggota amphibia yang pada ujung jarinya mengalami penandukan membentuk kuku dan cakar, contoh Xenopus sp., (3) kulit memiliki dua kelenjar yaitu kelenjar mukosa dan atau kelenjar berbintil (biasanya beracun), (4) pernafasan dengan insang, kulit, dan paru-paru, (5) mempunyai sistem pendengaran, yaitu berupa saluran auditory dan dikenal dengan tympanum, (6) Jantung terdiri dari tiga lobi ( 1 ventrikel dan 2 atrium), (7) mempunyai struktur gigi, yaitu gigi maxilla dan gigi palatum, (8) merupakan hewan poikiloterm (Duellman and Trueb, 1986).
Pertahanan diri pada Anura antara lain escape (melarikan diri) dengan cara melompat atau berenang, yang kedua adalah melakukan kamuflase sesuai dengan habitatnya (contoh seperti jenis Megophryidae yang memiliki warna seperti daun kering atau pada jenis Rhacophoridae yang hidupnya di pohon-pohon tinggi dan memiliki warna yang sama dengan daun), yang ketiga adalah chemical defense yaitu dengan adanya kelenjar granuler (mucosa dan racun) pada kulit, yang keempat adalah aposematisme (misal pada jenis Dendrobatidae yang biasanya berwarna mencolok (aposematik), menggembungkan badan dan mengangkat kaki belakang supaya kelihatan lebih besar dan menyulitkan ketika akan dimakan serta yang terakhir adalah dengan menggigit (misalnya Asterophrys turpicola dari Papua) (Zug, 1993).
1.2. Alat dan Bahan
1) Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini terdiri dari; Akuarium kering, pisau bedah, Pipet tetes, Botol, Gelas ukur, tabung reaksi, sebagai tempat perendaman objek pengamatan, gunting, jarum pentul, cawan petri, papan section, kertas miligram, kamera digital, lembar pengamatan.
2) Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini terdiri dari; katak pohon (Polypedates leucomystax) dan kodok (Bufo melanosticus), larutan chloroform, alkohol 96%, aseton, gliserin dan KOH dengan perbandingan masing-masing 4:1, 1:1, dan 1:4, pelarut (air), larutan alcian blue dan alizarin red masing-masing dengan konsentrasi 0,1 %, larutan asam asetat dengan volume 1 ml., larutan gliserin murni.
1.3. Tujuan Praktikum
• Mengamati perbedaan sistem gerak pada kodok dan katak pohon.
• Mengetahui perbedaan anatomi dan struktur morfologi kodok dan katak pohon.
• Mempelajari perbedaan pewarnaan tulang dan tulang rawan pada kodok dan katak pohon.
1.4. Prosedur Kerja
 Kegiatan Pertama
- Mengamati pergerakan katak pohon (Polypedates leucomystax) dan kodok (Bufo melanosticus) dalam akuarium kering. Kemudian kami bius dengan larutan chloroform. Setelah itu kami ukur tubuh katak pohon (Polypedates leucomystax) dan kodok (Bufo melanosticus) tersebut, dengan menggunakan kertas miligram. Kemudian kami kuliti bagian metacarpalia dan metatarsalia. Selanjutnya bagian yang telah dikuliti tersebut, kami potong, dibersihkan dan dimasukkan ke dalam botol yang terdapat larutan alkohol 96 %.





 Kegiatan kedua (2 hari setelah kegiatan pertama dilakukan)
- Kami masukkan ke dalam larutan aseton selama 2 hari.
 Kegiatan ketiga
- Membuat larutan alcian blue dan alizarin red.
- Diamati
1.4. Hasil dan Pembahasan
 Hasil
• Pengamatan Gerak
- Katak pohon (Polypedates leucomystax) melompat lebih jauh dibandingkan dengan kodok (Bufo melanosticus).
• Pengukuran tubuh
- Katak pohon (Polypedates leucomystax) berukuran lebih kecil dibandingkan dengan kodok (Bufo melanosticus).
• Pengamatan pewarnaan
- Tulang rawan berwarna biru, sedangkan tulang berwarna merah. Pada katak pohon (Polypedates leucomystax), ujung jari kaki maupun tangan membentuk bangunan berbentuk huruf T atau Y. Pada Bufo melanosticus, ujung jari tidak melebar, dan tidak mempunyai discus intercalaris.
 Pembahasan
Morfologi katak berbeda tergantung pada habitatnya. Katak pohon seperti famili Rhacophoridae memiliki piringan (discus) pada ujung jarinya untuk membantu dalam memanjat. Katak akuatik atau semi-akuatik seperti famili Ranidae memiliki selaput diantara jari-jarinya untuk membantu dalam berenang. Katak terestrial tidak memiliki selaput ataupun piringan, tetapi cenderung memiliiki warna yang menyerupai serasah atau lingkungan sekelilingnya, seperti pada genus Megophrys. Ukuran SVL (snout vent length) Anura berkisar dari 1-35 cm, tetapi kebanyakan berkisar antara 2-12 cm. Katak dan kodok tersebar pada seluruh benua kecuali pada kedua kutub dan daerah gurun yang sangat kering, dengan lebih dari 80% dari seluruh jenis terdapat di daerah tropik dan sub-tropik.
 Family Bufonidae
Bufonidae memiliki bentuk tubuh gemuk, kekar, dengan empat tungkai dengan jari-jari yang melebar sebagian atau bebas dan ujung jarinya tidak membentuk kuku, pada banyak genera membentuk huruf “T”. Tipe gelang bahunya arciferal, epicoracoidnya saling tumpang tindih dan sacral diapophysis melebar.
 Family Rhacophoridae
Tipe gelang bahu firmisternal, vertebrae bertipe procoel. Ada elemen intercalar pada digiti. Amplexus bertipe axillary. Ukuran SVL tubuh bervariasi kurang dari 20 mm hingga lebih dari 120 mm. Sebagian besar habitatnya arboreal dan pada ujung jari kakinya terdapat discus. Tergolong dalam katak pohon dunia lama. Meskipun begitu, ada juga Rhacophoridae yang terrestrial dan disk-nya tidak berkembang.






Gambar 2. Hasil pengamatan tungkai katak dan kodok di bawah mikroskop.

DAFTAR PUSTAKA

Duellman, W.E., and L. Trueb. 1986. Biology of Amphibians. McGraw – Hill Book Company. New York.

Hildebrand, M. 1982. Analysis of vertebrate structure, second edition. John Willey & Sons. New York.

Iskandar, D.T., and E. Colijn. 2000. Preliminary Checklist of Southeast Asian and New Guinean Herpetofauna: Amphibians. Treubia 31 (3): 1-133.

Jasin, M. 1984. Sistematika Hewan (Invertebrata dan vertebrata). Surabaya: Sinar Wijaya.

Pough, F.H, et. al. 1998. Herpetology. Prentice-Hall,Inc. New Jersey. Pp. 37-131

Zug, George R. 1993. Herpetology : an Introductory Biology of Ampibians and Reptiles. Academic Press. London, Pp : 357–3.

3 comments:

Ocank Bio Unkhair said...

assalamu alaikum,, pak,,,, artikelnya bagussss,,,,,,,, cocok nih buat dijadiin tugas ku,,,,,,, boleh dicopy yach pak,,,,,,

by Ocank Bio Unkhair angkatan 08

Ocank Bio Unkhair said...

assalamu alaikum,,,,,,, pak saya boleh mengkopy datanya yach,,

Zulkifli Ahmad said...

Oke Ochank, Kalau bermanfaat, silahkan ....